Kamis, 09 Mei 2013

Hikmah Perjalanan Seorang Manusia

Belajar dari Eva Arnaz, Mantan Artis Panas Era 1980-an

Lama tak terdengar kiprahnya, mantan bintang film panas era 1980-an, Eva Arnaz tampil dalam program Tempo Hari (salah satu media TV). Saat ini artis yang di masa jayanya dulu identik dengan penampilan seksi tersebut mengaku telah 100% meninggalkan dunia entertainment. Eva yang sekarang membalut dirinya dengan busana muslimah mengatakan bahwa ia sering menerima sejumlah tawaran untuk main di beberapa sinetron religi, tapi selalu ditolaknya. “Capeklah Mbak membohongi orang terus. Yang namanya film atau sinetron kan cuma fiksi yang isinya bohong-bohongan”, demikianlah jawab Eva Arnaz ketika menjawab pertanyaan presenter soal apakah dirinya masih tertarik kembali ke jagad hiburan tanah air.
Kisah mantan artis panas yang bertaubat tentu bukan kali ini saja. Namun yang menarik dari Eva Arnaz adalah keputusannya untuk meninggalkan sepenuhnya jagad keartisan yang telah membesarkan namanya. Sebagaimana ia jelaskan sebelumnya, mungkin bisa saja namanya tetap berkibar di dunia entertainment jika ia menerima tawaran bermain di sinetron atau film berlabel ‘Islami’, namun itu tidak dilakukannya. Satu keputusan yang sungguh tepat. Bagaimanapun juga, yang namanya sinetron atau film religi, hakikatnya adalah sebuah bentuk hipokrisi yang dibalut jubah agama. Perhatikanlah! Manakala ada sebuah sinetron religi dengan tokoh utamanya seorang wanita alim berjilbab, maka mau tidak mau dituntut adanya seorang tokoh antagonis dengan karakter berlawanan dari si tokoh utama tersebut. Dengan demikian, tuntutan skenario mengharuskan adanya seorang artis berpenampilan islami demi memerankan tokoh utama dan secara bersamaan mengharuskan adanya seorang artis berpenampilan sangat tidak islami demi memainkan peran antagonis. Atau, sang sutradara memaksakan agar pemeran protogonis dan antagonis sama-sama berpakaian islami agar label religi tersebut tidak tercoreng. Namun bila itu dilakukan, justru bakal menimbulkan kesan buruk bahwa seolah-olah mereka yang berpakaian islami, berpenampilan laiknya ustaz, ustazah, pak haji, atau bu hajah ternyata berkelakuan jauh dari penampilan zahirnya. Meski dalam keseharian oknum yang demikian seringkali benar adanya, namun pencitraan semacam itu dalam sebuah film atau sinetron yang diberi embel-embel islami jelas tak dapat dibenarkan. Bahkan bisa dikatakan, itu merupakan bentuk pelecehan terhadap simbol-simbol kesalehan. Maka dari itulah, label islami dalam dunia perfilman dan persinetronan sejatinya adalah sesuatu yang terlalu dipaksakan demi tujuan bisnis semata. Dalam konteks ini sepertinya sangat sependapat dengan apa yang dikatakan Eva bahwa film, sinetron, dan konco-konconya (apapun labelnya) hanyalah tayangan bohong-bohongan belaka.

Berikutnya, yang menjadi salut dengan seorang Eva Arnaz adalah pengakuan tegasnya bahwa apa yang dilakukannya di masa lalu merupakan satu kesalahan. Dalam kesempatan tersebut Eva mengisahkan bahwa setelah meninggalkan gemerlap dunia keartisan, ia sempat berjualan lontong sayur di daerah Ancol.Subhanallah, saat itu saya merasakan betapa nikmatnya kita memperoleh rejeki dari jalan yang benar-benar halal”, ucap Eva yang langsung disambut dengan pertanyaan tajam sang presenter,Berarti sebelum itu Mbak Eva memperoleh rejeki dari jalan yang tidak halal dong?Oya jelas. Bahkan sampai sekarang saya masih merasakan penyesalan yang amat mendalam bila mengingat bagaimana saya ketika main film dulu penuh dengan maksiat”, jawabnya.
Hal di atas tentu amat kontras dengan fenomena sebagian artis kita sekarang yang seringkali berlagak taubat setengah hati. Mereka memutuskan mengenakan jilbab (baca: jilbab gaul) namun tetap enggan melepaskan statusnya sebagai artis. Seharusnya ketika seseorang memutuskan untuk bertaubat, ia harus berani mengambil keputusan tegas buat meninggalkan dunia hitamyang selama ini membiusnya. Terakhir, menarik buat menyimak ucapan seorang Eva Arnaz ketika ditanya soal aktivitasnya sekarang. “Aktivitas utama saya sekarang adalah mendekatkan diri kepada Allah untuk menggapai surga. Sedangkan aktivitas sampingan saya adalah bisnis busana Muslim kecil-kecilan.

Demikianlah, semoga kita dapat mengambil hikmah dari taubatnya seorang Eva Arnaz, mantan bintang film panas era 1980-an. Lebih baik (meskipun tidak seharusnya) mantan pezina, mantan preman, dan mantan penjudi daripada mantan Ahli Ceramah. Na’ûdzubillâhi min dzâlik!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar